Setengah Sayapku...

Share this history on :

Senin, 16 Juni 2008 saya mengenalnya. Awalnya seorang anak iseng menggunakan ID YM-nya untuk menggoda saya. Keesokan harinya, saya menyapa dia melalui Yahoo Messenger. Panjang kami saling bercerita tentang perjuangan dan ideologi kami masing - masing dalam menjalani perjuangan syariat ini. Kurang lebih 30 menit lamanya. Dan dalam 30 menit itu pula, tanpa panjang lebar saya melamar dia.

Dia minta waktu untuk istiqoroh. Perempuan yang tidak pernah main ke warnet dan sangat pemalu dengan keramaian ini, hanya butuh dua hari untuk memberikan keputusan. Ia melalui musyrifah (sebutan untuk guru ngaji perempuan di hizbut tahrir)-nya memberi tahu, jika saya serius ingin melamarnya sebaiknya langsung datang ke orang tuanya.

Sebelumnya, bapak mertua sempat menolak rencana pernikahan ini. Bapak meragukan kemampuan saya sebagai calon imam bagi perempuan ini. Hingga akhirnya bapak melakukan musyawarah keluarga di Pekalongan untuk membahas rencana lamaran ini bersama ibu dan keluarga besar.

Perempuan yang hanya bisa online lewat fasilitas internet kantornya di toko buku Khilafah Centre Rawamangun ini, saat itu hanya punya modal tekad, kejujuran dan sebuah episode majalah Sabili, dimana didalam majalah tersebut terdapat foto saya sedang diwawancara mengenai dakwah kepemudaan.

Setahun lalu di Mekkah...

Usai mendapat tausyiah panjang mengenai pernikahan, perempuan ini hanya diam. Setelah ibu selesai berbicara, ibu bertanya "Mana Foto calon suami yang kamu inginkan itu ndu?"

Perempuan ini hanya menyodorkan Majalah Sabili tersebut. Setelah menemukan halaman terkait, ibu menangis. Ibu berkata "Tin,...setahun lalu ibu bermimpi kamu naik haji dengan seorang laki - laki. Kamu tersenyum bahagia, laki - laki itu memegang tanganmu di Mekkah."

Perempuan itu hanya terdiam. "Semuanya Tina serahkan ke Ibu dan Bapak, kalau tidak dizinkanpun tidak mengapa". sesederhana itu saja ia menjawab. Keesokannya, perempuan ini kembali ke Jakarta, menjalani kuliah dan bekerja dalam rutinitasnya sebagai seorang karyawan.

Setelah saya mendapat kabar untuk bertemu bapak. Musyrifah perempuan ini menyampaikan pesan titipan dari perempuan ini untuk saya. Pesan itu sederhana, ia hanya berpesan bahwa bapak paling suka Martabak Telor.

Konspirasi Martabak Telor...

Saat itu hari senin (23/06/2008) Saya berangkat dengan satu box Martabak Telor. Belajar menjadi seorang gentleman. Saya menghadapi bapak sendirian. Tanpa ada teman ataupun wali, hanya saya...Di kontrakan sederhannya, di kelurahan yang pernah menjadi saksi masa kecil Presiden Obama dari Amerika Serikat itu.

Bapak malam itu akhirnya menerima lamaran saya, namun bapak minta saya mengerti bahwa resepsi akad nikah baru bisa bapak lakukan dibulan syawal yang jatuh pada akhir oktober 2008. Malam itu saya bahagia, namun disisi lain ada kegelisahan muncul...

Saya takut bermaksiat pada Allah, saya takut mencintai seorang wanita yang belum menjadi halal bagi saya. Saya...saya takut, terlalu sering chating dengan dia hingga membuat kami tidak berbeda dengan kebanyakan orang dengan budaya pacaran jahiliyahnya.

Selasa paginya, saya memberi kabar, bahwa saya hendak membatalkan proses ini. Saya takut Allah tidak ridho, jika terlalu lama, saya takut melakukan zina hati, yaitu mencintai sesuatu yang belum halal bagi saya. Saya takut perasaan cinta ini bermuara pada ruangan yang tidak semestinya. Walau ketika saya ditanya tentang kapan waktu yang saya inginkan untuk akad nikah, saya sendiri belum bisa menjawab.

Sore harinya, saya mendapat kabar bahwa Bapak marah. Saya disuruh menghadap beliau hari Rabu malam ditempat biasa. Kali ini saya datang dengan tangan kosong tanpa Martabak Telor. Di hati saya yang saya tahu, semua yang saya lakukan ini karena tanggung jawab saya kepada Allah. Sejujurnya, hingga hari itu saya belum melihat sekalipun wajah calon istri saya tersebut. Saya ingin mencintai dia karena Allah, bukan karena hasrat duniawi semata.

Semuanya mungkin jika Allah sudah berkehendak...

Bapak bertanya kepada saya, maksud dari niatan saya membatalkan proses ini. Saya takut dia salah paham. Walau agak gugup, saya coba bercerita, saya ceritakan betapa saya ingin menjaga anaknya. Dan karena saya ingin menjaga kemuliaannya-lah saya jadi ingin membatalkannya.

Oktober terlalu lama bagi saya, saya takut bermaksiat, tak ada berkah Allah dari keluarga yang lahir karena proses yang penuh maksiat. Saya takut kebablasan layaknya orang pacaran. Apalagi, saya paham wanita sering banyak bermain dengan perasaan. Kondisi saya yang sudah diterima lamarannya oleh bapak, tentunya akan membuka peluang setan untuk pelan - pelan menjebak saya dalam budaya ikhtilat. Seperti berdua - duaan dengan dia, walau hanya melalui Yahoo Messenger dan fasilitas internet. Walau hanya melalui sms - sms-an yang kami anggap biasa. Justru ketika kami telah menganggap kami adalah calon suami istri yang sudah 'sah' diterima lamarannya oleh keluarga. Secara syariat, akad kami tetaplah bukan muhrim. Bukanlah suatu hal mustahil, jika akan terjadi hal - hal yang tidak kami inginkan yang kami sendiri tidak bisa memperkirakan.

Alhasil, dari penjelasan tersebut, bapak mempercepat waktu akad pernikahan ke akhir Agustus 2008. Namun sekali lagi saya tetap menolak, saya tetap menganggapnya terlalu lama.

"Tapi bapak tidak punya uang Fail untuk resepsi" saya ingat itu salah satu kalimat yang keluar dari mulut bapak.

"Bukan resepsi besar besaran yang saya inginkan pak, tapi saya hanya ingin membangun keluarga yang penuh dengan keberkahan Allah. Yang penting syaratnya secara syar'i sudah terpenuhi, saya pikir itu sudah cukup. Sedangkan resepsi besar - besar hanya akan membuang buang uang. Saya lebih suka uang tersebut dijadikan modal usaha saja pak daripada dianggarkan menjadi biaya resepsi saya dan Tina"

"Baiklah, kalau akhir Juli saja bagaimana?" Bapak mulai melunak lagi.

Namun sekali lagi saya menolak. Saya tetap tidak mau. Bapak kaget,...

"Maumu ini apa toh Fail? memang ada ustad yang mau jadi penghulu kalau nikahnya besok?" tanya bapak, tapi nada dia sudah mulai meninggi.

"Begini pak, Thufail ingin diakadkan dulu, jadi kalau thufail chating, telpon - telponan hingga antar jemput dia ke kampus semua sudah halal. Untuk Ustad insya Allah ada pak, ustad dikantor Thufail, dia guru Thufail juga. Tapi mungkin tidak besok pak. Tapi besok lusa, hari jum'at malam di kantor Thufail. Bapak datang saja, nanti semua Thufail yang siapkan".

Bapak kaget, namun anehnya, bapak tidak resistance. Ia justru mengiyakan begitu saja.

Hari Kamis, saya dengar Ibu berangkat dari Pekalongan. Ia ingin hadir di akad nikah ini. Saya ingat banget, Maharnya cuma cincin Rp. 300.000 dan perempuan tersebut juga meminta hafalan surat Ar Rahman. Sedangkan resepsinya hanya mengundang kerabat dekat dan beberapa rekan kantor berjumlah 12 orang, pas dengan jumlah 12 buah nasi kardus yang saya siapkan.

Kun Fa Ya Kun...


Tepat di haji Jum'at(27/06), Guru itu hadir seperti biasa, saya mengenal dia dengan panggilan Murhali Barda. Satu hal yang saya benci dari dia cuma satu, sifatnya yang masih suka merokok. Alumni pesantren Gontor ini menjadi penghulu yang menikahkan kami. Saya menikah secara agama, kurang lebih dua minggu sejak saya mengajukan lamaran secara terbuka via Yahoo Messenger. Dan setelah akad nikah itulah, saya pertama kali melihat wajah cantik dan rupawan dari bidadari surga ini.

Sebagian mengenal perempuan itu dengan nama Iqtina Khansa. Kami memulai hidup disebuah kamar kos - kosan di Rawamangun 3 tahun lalu. Kamar satu petak dengan kamar mandi umum itu adalah sejarah awal perjalanan rumah tangga kami. Hingga disuatu waktu saya beritahu dia, bahwa saya tidak mampu memberikan dia keturunan. Karena, selama ini sebenarnya saya telah mendapat vonis mandul dari seorang dokter di sebuah rumah sakit di Bekasi.

Mendengar itu sebenarnya, saya seperti merasa langit runtuh menghantam saya. Tapi anehnya memang saya sudah tidak tertarik lagi dengan mencari pendapat kedua dari dokter yang lain. Saya hanya berpasrah kepada Allah. Di benak saya, saya hanya mempersiapkan diri jika istri saya ini menggugat cerai diri saya.

Namun, dari semua kejujuran saya itu ia berkata "Kun Fa Ya Kun..mas! Allah Maha menentukan".

3 tahun sudah dari hari itu. Kini, hidup kami telah menjalani banyak pembelajaran. Ketegaran dan kekuatan telah lahir mendewasakan kami. Begitu banyak hal - hal luar biasa kami lewati. Begitu kuat kami rasakan betapa Allah menjaga kami sekeluarga. Bahkan hingga si Kecil hadir ditengah kami. Ia tumbuh begitu kuat, cerdas, kreatif dan selalu ingin tahu.

Ya Allah..Ya Rabb kami, disini kami bersimpuh dalam gelut hidup yang ringkih. Namun dalam setiap peluh itu. Sekian kali, Kau tunjukkan kebesaranMu. Kau jaga kami dari beragam situasi, yang secara manusia kami sadar, kami tak mampu melewatinya.

Pikiran dan hati ini gelisah. Menebak masa depan dengan gamang. Sungguh ya Rabb..hati ini tak tenang, begitu takut ya Allah...tapi semua kejadian yang terlewati dalam 3 tahun yang luar biasa ini, kami yakin Kau akan selalu cerahkan hari - hari kami selanjutnya. Untuk semua kemudahan yang kami minta ya Rabb, maka ampunilah semua kesalahan kami...

Hanya kepadaMu kami memohon wahai pemilik segala Maha. Jagalah keluarga ini, jagalah istri dan anak - anakku kelak. dan hanya anak - anak inilah harta kami untuk membuka jalan bertemu dengan Engkau dan RasulMu yang mulia itu. Kuatkanlah hamba untuk semua amanah kehidupan ini...Bismillahi Tawaqaltu alallah La Hawla Wa La Quwwata Illah Billah....Amin.

Sejatinya, saat musyawarah keluarga Istri saya di Pekalongan untuk membicarakan perihal lamaran saya ini. Ibu mertua menutup ceritanya mengenai mimpi lelaki yang memegang tangan anaknya di Mekkah.

"Tin...Tahukan kamu, bahwa wajah laki - laki itu sangat mirip dengan foto yang ada dimajalah Sabili ini".

Photobucket